Ulang Tahun Al-Gibran tahun ini sedikit berbeda dengan perayaan hari lahir sekolah Al-Qur’an Al-Gibran. Kegiatan tahunan kali ini dilakukan secara online diakibatkan oleh pandemic Covid 19 yang semakin merebak di bumi Nusantara.

Pak Andi Irman Patiroi sebagai Pendiri Al-Gibran memulai prolognya dengan memperkenalkan diri dan sekaligus karyawannnya kepada Prof Nasaruddin Umar, M.A, bahkan beliau sedikit flashback tentang historis berdirinya sekolah bimbel Al-Qur’an tersebut. Mendengar penuturan tersebut Prof Nasar, sangat antusias dan bahkan Beliau merasa iri kepada anak muda yang sudah berani mewaqafkan dirinya untuk Al-Qur’an. Siapa lagi yang akan mengisi surga kalau bukan seperti anak-anak muda seperti kalian ini. sanjung Prof Nasar sekaligus mengawali tausiyahnya pada sore hari ini. Kebetulan audiens pengajian ini juga di dominasi oleh anak muda, termasuk istri dari pak Andi Irman, yaitu Ibu Caturwahyungsih, yang semangatnya terus menyala walaupun usia tidak lagi muda. Hehehe. Pak Andi Irman beserta team berharap dan bercita-cita, kelak 2025 Al-Gibran sudah mempunyai Pondok Pesantren bahkan Perguruan Tinggi. Begitu mulia impian beliau. Semoga Allah memudahkan jalan perjuangannya. Amin

Lanjut kepada tausiyah yang disampaikan oleh Prof Nasar, Siapa yang paling berhak memperoleh Lailatul Qadar? Apa kiat kita untuk menyambut dan menjamu tamu agung tersebut, siapa tau kita hanya mengulangi ultahnya malam penuh kemulian tersebut? Sederet pertanyaan Prof Nasar untuk memulai kuliah daringnya kepada karyawan Al-Gibran dan G-Com Indonesia.

Allah bertanya dalam Surat al-Qadr ini, bukan berarti Tuhan tidak mengetahuinya, tetapi terkadang, redaksi seperti itu dipilih oleh Allah swt untuk memancing manusia untuk lebih serius dalam mentadabburi keutamaan dan keunggulan malam seribu bulan tersebut? Dalam surat ini juga ada kesan jarak atau spasi, yaitu Allah langsung ke objek, ”hu”. Apa dan siapa yang dimaksud dengan hu itu? Apakah Malaikat atau Al-Qur’an, atau malah kita manusia sebagai khalifahnya di bumi?

Menilik fungsi dan keberkahannya. Surat ke-97 ini menggunakan redaksi alfun, sesuai tradisi histori Arab, alfun merupakan angka yang tertingggi. Jika dikontekstuliasasikan sekarang mungkin milyaran, bahkan triliunan. intinya unlimited. Redaksi lail (malam) dalam ayat ini sangat memungkin untuk  dimaknai dengan arti metafor, simbolik (kinayah) yaitu kehangatan, keheningan, kesyahduan, kerinduan. Siang sangat didentik dengan nilai-nilai maskulin sedangkan malam adalah feminis. Sehingga orang yang cerdas, pasti akan memilih malam sebagai tempat untuk merayu, dan mencumbu Tuhan dalam ritual ibadah mereka.

Ulama sekaligus Professor kelahiran Bone itu juga bertanya bahwa, siapa yang mengundang dalam surat al-Qadr ini, apakah ini undangan peristiwa alam atau panggilan batin? Jika panggilan alam, maka analoginya sangat terbatas, misalnya siang di Indonesia, malam di Amerika? Maka logika alam yang kita pake itu akan mentok dengan sendirinya. Contoh lain, Arab Saudi (tempat lahirnya Islam) lailaul qadr misalnya turun disana, maka kita Indonesia sudah kesiangan. Jadi, kembali kita harus mempertanyakan bahwa ini fakta atau simbolik metafor? Kemudian apakah semua yang begadang itu yang berhak mendapatkan Lailatul Qadar sekalipun mereka mabuk, ketawa ngakak nonton komedi lawakan, dll? Rasanya, nalar kita tidak mampu menjangkaunya.

Lailatul Qadr sangat bisa ditafsirkan untuk mereka yang bekerja dengan bermandikan keringat di siang hari, membanting tulang untuk menghidupi keluarga mereka, dan di sela waktu luangnya dia shalat duha, merintih memohon kepada Tuhan, maka ia bisa dikategorikan peraih malam lailatu qadr sekalipun itu dilakukan di siang hari.

Rektor PTIQ Jakarta itu juga menambahkan bahwa malam adalah lukisan yang indah untuk dikunjungi dan dinikmati bukan sebaliknya, malam digunakan untuk menghabiskan waktu dengan sia-sia dan tidak ada manfaat sama sekali. Sungguh telah terjebak oleh orang yang menghabiskan malamnya hanya dengan menatap layar TV. Di bulan suci ini, segala yang menjauhkan dari ibadah adalah iblis yang nyata. HP bisa kita jadikan malaikat untuk memperbanyak ibadah, tetapi bisa juga menjadi iblis yang sangat menggoda. Menghabiskan waktu berjam-jam dengan gadget, itu hakikatnya sudah terperangkap dalam jerat Iblis. Sudah saatnya kita mengakrabi Al-Qur’an.

Prof Nasar pernah meminta kepada teman media agar malam-malam umat muslim bisa dinikmati kekhusyukan beribadah, dan menangisi dosa-dosa. Bukan dengan menghabiskan waktu dengan berkaca dilayar segiempat itu. Menonton lawakan, komedi hanya yang bisa mematikan hati dan menghilangkan waktu untuk zikir kepada Allah.

Lailatul Qadar itu makhluk. jangan memitoskan malam itu. Pesan Ayahanda Prof. Jangan beribadah karena Lailatul Qadar. Bukankah kita sudah menekankan bahwa shalat dan hidupku hanya untuk Allah, bukan kepada yang lainnya, termasuk lailatul qadr. Tirulah gaya beribadahnya Rabiah adawiyah, Ia berpesan dalam doanya, “Jika aku beribadah karena neraka, maka masukkanlah aku ke dalamnya, dan jika aku beribadah karena surga, maka jauhkanlah aku darinya”>. Terlalu rendah suatu ibadah jika hanya berharap sekapling surga.

Gambaran menjamu lailatul qadr itu seperti ibu yang memiliki anak yang kuliah di luar negeri, detik-detik perpisahan adalah keintiman. Tidak akan ada jarak, tidak ada jeda, semuanya dikerahkan dan dimaksimalkan demi meraih puncak kebersamaan. Marilah menjadi insan pencinta, muarahkan semua ibadah itu kepada keridhoan Ilahi. Bukan kepadanya yang lainnya.

Mungkin masih terlintas di benak kita, kisah tentang 3 pemuda yang terjebak dalam gua. Mereka mendengarkan perintah untuk mengambil batu-batu kecil di dalam gua yang licin dan gelap itu. Pemuda pertama hanya mengambil sedikit karena dalam benaknya mungkin ini hanya memberatkan, sedangkan kita lagi membutuhkan energi dan oksigen. Pemuda yang kedua, agak percaya dengan mengambil lumayan banyak, dan yang ketiga justru memaksimalkan energinya, semuanya dijadikan wadah, tangan, kantong celana dan baju semuanya diisi dengan batu, bahkan jika bawa ransel. Itu juga diisi semua dengan batu-batu kecil itu. Dan alhasil, ternyata ketika keluar gua. Batu itu menjelma menjadi berlian. Sudah bisa ditebak kan, siapa yang menyesal, yang mengambil banyak aja menyesal. Hehe. Maka pungutlah batu-batu hikmah di bulan suci ramadhan, sekalipun pandemic covid banyak menghantui kita pada saat ini.

Al-Qur’an benar-benar cahaya. Rasulullah Saw ketika mimpin shalat di Baitul Maqdis. Nabi-nabi yang menjadi makmunnya waktu itu berdoa dan berharap agar menjadi ummat nabi Muhammad, satu harapan mereka. “Kami pengen banget punya kesempatan untuk menikmati dan melewati malam Lailatul Qadar dan menikmati Al-Qur’an”.

Ujung dari ceramahnya Prof, beliau menekankan, jadilah pahlawan Al-Qur’an. Di Barat, Al-Qur’an adalah kitab suci yang paling sering masuk laboratorium. Para peneliti mengkaji dan hasilnya sangat memuaskan akal rasionalitas mereka (lihat, The Bible, Quran and Sains, Rasyad Khalifah, dan What the Quran meant and why it). Al-Qur’an akan semakin aktual diakhir zaman, dan kitab yang lain hanya akan menjadi barang antik (Qs. al-Fath). Tutup Professor yang terkenal dengan senyumannya yang meneduhkan itu.

Selamat Milad Al Gibran

Ustadz Ahmad Zulki - Gandul, 12-05-2020

Share:
0
Total Santri
0
Guru Pengajar
0
Cabang
0
Program Belajar
Like us!
Follow us!
Watch us!